Jumat, 26 Maret 2010

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL THINK-PAIR-SHARE SEKOLAH DASAR PALEMBANG


Dalam pembelajaran disekolah, IPS merupakan mata pelajaran IPS salah satu mata pelajaran yang masih dianggap sulit dipahami oleh siswa, oleh karena itu dalam proses pembalajaran IPS diperlukan suatu metode mengajar yang bervariasi. Artinya dalam penggunaan metode mengajar tidak harus sama untuk semua pkokok bahasan, sebab dapat terjadi bahwa metode mangajar tertentu cocok untuk satu pokok bahasan tetapi tidak untuk pokok bahasan yang lain.

pembelajaran kooperatif dalam perkembangannya mempunyai beberapa variasi model, yaitu :
a. Student-Teams-Achievement-Division (STAD)
b. Teams-Geams-Tournament (TGT)
c. JIGSAW
d. Think-Pair-Share (TPS)
e. Nambered-Head-Together (NHT)
Dari kelima pembelajaran kooperatif diatas, saya memilih model Think-Pair-Share (TPS) yaitu kelompok berpikir berpasangan karena pada dasarnya semua guru menginginkan kompetensi tercapai dalam setiap pembelajaran. Salah satu wujud potensi tersebut adalah keterampilan berpikir dan kerja sama siwa. Aktivitas berpikir dan kerja sama siswa dalam proses pembelajaran sangat berpengaruh pada pencapaian tujuan pembelajaran melalui keaktivan siswa dan kerjasama diharapkan prestasi belajar siswa, akan mengalami peningkatan. Salah satu cara untuk mengembangkan kompetensi siswa dalam kerjasama adalah melalui model Think Pair Share. Pengajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk kerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Sebab Think Pair Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan Think Pair Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas dengan asumsi bahwa diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secar keseluruhan dan prosedur yang digunakan dapat memberi siswa lebih banyak waktu untuk berpikir, untuk merespon dan saling membatu. (dikutif Arends. Dalam Trianto. 2009 : 81).
Untuk menguasai matari mata pelajaran IPS ini diperlukan strategi dan pendekatan atau model tertentu supaya siswa dapat menguasai materi pelajaran yang sedang dipelajari. Selama ini guru telah melakukan berbagai cara dengan menggunakan metode yang bervariasi, media dan lain-lain untuk membantu siswa supaya dapat aktif, dan dapat mengusai materi pelajaran sihingga hasil belajarnya lebih baik, tetapi kenyataannya, hasil belajar siswa masih rendah. Berdasarkan permasalahan diatas alternative pemecahannya yang cocok untuk materi pada mata pelajaran IPS yaitu dengan peningkatan Model Think-Pair-Share (TPS). Model Think – Pair – Share yang di kembangkan oleh Kagan dalam (Rosmaini, dkk, 2002-2003 : 9) mengajarkan siswa0 untuk lebih mandiri dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan dapat membangkitkan rasa peracaya diri siswa, dimana siswa dapat bekerja sama dengan orang lain dalam kelompok kecil.
Keunggulan dari model ini adalah optimalisasi partisipasi siswa, menghendaki siswa untuk lebih banyak berpikir, menjawab, dan saling membantu dalam kelompok kecil dan diharapkan siswa lebih aktif belajar untuk menyelasaikan tugas-tugasnya, semua anggota kelompok merasa terlibat didalamnya. Bentuk latar belakang diatas maka yang menjadi judul penelitian ini adalah Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPS Dengan Menggunakan model Think-Pair-Share Sekolah Dasar Palembang.
Prosedur dalam pembelajaran konsperatif model Think –Pair-Share (TPS). Menurut Lyman (dalam Sepriana dan Handoyo 2008 : 6), terdiri empat tahapan yaitu pemberian masalah oleh guru, tahap ¬Think (berpikir secara individual, dimana siswa diberi kesempatan untuk memikirkan jawabannya sendiri terhadap masalah yang diberikan, tahap Pair (siswa berpasangan) untuk saling berbagi / ide dan mendiskusikan jawaban atas permasalahan yang diberikan, dan tahap ¬Share (siswa berbagi jawaban mereka dengan seluruh kelas) dimana beberapa kelompok ditunjuk secara untuk menjelaskan permasalahan hasil kerja kelompok, dan kelompok lain diberi kesempatan menanggapi dan mengeluarkan idenya. Permilihan kelompok secara acak ini bertujuan agar setiap kelompok mempunyai peluang yang sama untuk tampil didepan kelas.
Penulis memilih model ini dapat meningkatkan aktivitas, kemampuan berkerjasama antar siswa serta prestasi belajar siswa merupakan usaha dasar, terencana untuk mewujudkan proses belajar dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan karakteristik peserta didik namun, sebagian dari proses pendidikan, pembelajaran IPS secara terus menerus perlu dikembangkan. Dalam pengembangan itu, terdapat dua aspek penting yaitu pembelajaran siswa bagaimana belajar dan membelajarkan siswa bagaimana berpikir, Dryden (dalam Septriana dan Handoyo, 2008 : 8).
Pada dasarnya semua guru menginginkan kompetensi tersebut adalah keterampilan berpikir dan kerjasama siswa. Aktivitas berpikir dan kerjasama siswa dalam proses pembelajaran sangat berpengaruh pada pencapaian tujuan pembelajaran. Melalui keaktifan siswa dan kerjasama diharapkan prestasi belajar siswa akan mengalami peningkatan. Salah satu cara untuk mengembangkan kompetensi siswa dalam kerjasama adalah melalui model Think –Pair-Share yaitu pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Dengan menggunakan model Think –Pair-Share (TPS) diharapkan proses dari hasil pembelajaran IPS lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mangalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Mereka saling bekerjasama dan dapat mengetahui perkembangan kemajuan yang mereka peroleh dan pembelajaran dapat tercapai
Dan dengan menggunakan model Think –Pair-Share siswa akan merasa senang belajar IPS, mereka akan lebih aktif karena materi, pelajaran tidak hanya dari guru tetapi sesame siswa saling bekerjasama dan serta dapat meningkatkan semangat siswa terhadap pembelajaran IPS dan mampu bekerjasama, saling membutuhkan dan saling bergantung pada kelompok kecil.
Aktifitas siswa bekerjasama dengan pasangannya merupakan keunggulan dari model Think –Pair-Share, karena merupakan tahap awal bertanya pada teman sebelah bertanya pada pasangan lain.
Usman (dalam Rosmaini, dkk. 2004 : 11) menggunakan bahwa dalam proses belajar mengajar siswa perlu dilatih bekerjasama karena ada pepatah yang dikerjakan dengan baik bila dikerjakan bersama, aktifitas siswa bekerjasama dengan pasangan lain dalam satu kelompok, terlihat sangat menarik karena bila siswa tidak puas dengan jawaban pasangannya maka mereka pindah bertanya pada pasangan lain dalam kelompoknya, untuk itu siswa saling mencocokan jawabannya, Suhermi (dalam Rosmaini, dkk, 2004 : 12).
Menurut Hamalik (dalam Rosmaini, 2004 : 12), aktifitas siswa akan berkembang bila dilandasi dengan pendayagunaan potensi yang dimiliki. Dalam hal ini guru memegang peranan penting untuk mendorong aktifitas siswa sehingga siswa termotivasi untuk meningkatkan hasil belajarnya.
Peranan guru dalam pengajaran adalah memberi dorongan, bimbingan dan fasilitas agar hasil belajar siswa baik. Menurut Roestiyah (dalam Rosmaini, dkk, 2004 : 12) bahwa peranan guru dalam pengajaran antara lain fasilitator, pembimbing dan organisator. Guru harus mampu memberi dorongan agar siswa aktif. Salah satu usaha guru dala mendorong siswa agar aktif dan meningkatkann hasil belajarnya yaitu melalui pembelajaran melalui model Think –Pair-Share.

A. Defenisi Belajar
1. Belajar menurut pandangan Skinner
Skinner ( dalam Dimyati, Mudjiono 1994 : 9 ) belajar adalah suatu prilaku, sebab pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik dan sebaiknya bila ia tidak belajar maka responnya menurun.



2. Belajar menurut padangan Robert M. Gagne
Menurut Gagne ( dalam Dimyati, Mudjiono 1994 : 10) belajar merupakan kegiatan yang kompleks setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan sikap dan nilai.
Belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi ekternal, kondisi internal dan hasil belajar.
Selanjutnya Gagne, 1970 (dalam Syaiful Sagala, 2008-2009 : 17). Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja.

3. Belajar menurut pandangan Carl R. Rogers
Menurut pendapat Carl R. Roger (dalam Dimyati, Mudjiono, 2008-2009 : 29) praktek pendidikan menitik beratkan pada segi pengajaran bukan pada siswa yang belajar yang ditandai oleh peran guru yang dominan dan siswa hanya menghapalkan pelajaran.
Selanjutnya Roger mengatakan pengajaran yang berpusat pada murid memberi kebebasan agar murid dapat memilih kegiatan yang dirasanya perlu atas tanggung jawab sendiri.

4. Belajar menurut pandangan Jerone S. Bruner
Jerone S. Bruner (1960) seorang ahli psikologi. Perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif (dalam Syaiful Sagala, 2008-2009 : 36-37) beranggapan bahwa belajar merupakan pengembangan kategori-kategori dan pengembangan suatu sistem pengkodean (coding) yang saling berkaitan sedemikian rupa, hingga setiap individu mempunyai model yang unik tentang alam dan belajar baru dapat terjadi dengan mengubah model itu yang terjadi melalui pengubahan kategori-kategori menghubungkan kategori-kategori baru.
Anak sebagai sosok yang mampu memecahkan masalah sendiri secara aktif (active problem solver) yang memiliki cara sendiri untuk memahami dunia.

B. Defenisi Hasi Belajar
Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mangajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, sedangkan dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar ( dalam Dimyati, Mudjiono, 1994 : 3-4).
Selanjutnya hasil belajar merupakan suatu puncak belajar terutama berkat evaluasi guru, yang berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring ( dalam Dimyati, Mudjiono, 1994 : 20).

C. Defenisi IPS
Ilmu pengetahuan sosial (IPS) merupakan kajian tentang manusia dan dunia sekelilingnya, yang menjadi pokok kajiannya adalah hubungan antar manusia, latar belakangnya adalah kehidupan nyata manusia. (Suradi Sastra, Syamsul, Sadeli, Hasan, Depdikbud, 1992-1992 : 4).
IPS adalah suatu bidang studi salah satu mata pelajaran di sekolah dasar (SD) bertujuan agar siswa mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang berguna bagi kehidupan sehari-hari (Depdikbud)
IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu social seperti sosiologi ,sejarah, geograpi,ekonomi,politik,hokum dan budaya.IPS merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari sisi materi cabang-cabang ilmu social.
IPS merupakan mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu social. Melalui IPS peserta didik diarahkan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosial budaya, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis,bertanggung jawab,serta menjadi warga dunia cinta damai (supriatna, 2006 ; 3).
Dalam mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial salah satunya membahas keragaman budaya yang ada di Indonesia .
Kebudayaan adalah keseluruhan dari apa yang dipikirkan,dikatakan dan dihasilkan manusia melalui proses belajar. Kebudayaan dapat berwujud dalam nilai baik dan buruk, sopan santun,p eraturan, pengetahuan, bahasa, adat istiadat atau kebiasaan, kesenian dan benda-benda yang dihasilkan, contoh yang paling nyata dari kebudayaan adalah cara kita berpakaian (Susila Ningsi, Imbong, 2008 ; 91).

D. Tujuan Pembelajaran IPS Di SD
a. Tujuan Umum
Tujuan pendidikan IPS sebagai pendidikan ilmu social ini adalah melatih siswa berpikir, melihat masalah dan menyelasaikan masalah. Dalam konteks pendidikan anak, unsur psikologis dan pedagogis ginugunakan terutama untuk membantu anak menguasai materi yang diajarkan, kegunaan paktis bagi kehidupan anak kurang mendapat tempat, karena yang di perhatikan adalah kepentingan ke ilmuan (Hasan, 1993).
Tujuan pendidikan IPS dalam pengertian pengetahuan sosial adalah mengembangkan kemampuan berpikir, sikap dan menilai untuk dirinya sebagai idividu maupun sebagai mahluk sosial dan budaya (Hasan, 1993).
Pendidikan IPS dalam pengertian pendidikan pengetuan sosial juga bertujuan mengembangkan kemampuan tahun sosial juga bertujuan mengembangkan kemampuan anak dalam bersimpati terhadap orang lain, kemampuan berkomunikasi, bersimpati terhadap orang lain, sikap (terutama sikap domokrasi), moral dan nilai. Tujuan ini sangat ditekankan terutama untuk masayarakatnya, (Hasan, 1993)


b. Tujuan Khusus
Marsh (1991) menyebutkan lingkup tujuan pendidikan IPS, yang sebenarnya mencakup dimensi Hands-on (keterampilan), heands-on (pengetahuan/kognitif) d an hearts-on (sikap dan perasaan).
Wright (1996) mengemukakan bahwa tujuan IPS ialah mendorong anak untuk mengembangkan kualitas personal melalui proses mengetahui, menggali menghayati dan menilai, serta yang tak kalah penting adalah mendorong agar berkembang kamuan untuk berpartisipasi secara positif baik dalam lingkup masyarakat lokal, nasional maupun global.
Wringht (1996 : 17) secara rinci tujuan pendidikan IPS digambarkan dalam tiga untaian (strands) yaitu pemahaman (under standings), sikap (sipositions), dan kemampuan (competencies) yang saling mendukung dan dalam posisi yang seimbang.
Tujuan pendidikan IPS juga dipaparkan Martorella (1994 : 181-183), yang mengacu kepada laporan NCSS (1989) dengan mengemukakan tiga kelompok keterampilan yang relevan, dalam pembelajaran IPS yaitu :
1. Keterampilan yang berhubungan dengan pengorganisasian dan penggunaan informasi.
2. Keterampilan yang berhubungan dengan pengorganisasian dan penggunaan informasi
3. Keterampilan yang berhubungan dengan hubungan antar anggota masyarakat dan partisipasi sosial.
Demikian juga Fraenkel (1980) yang menekankan pentingnya keterampilan sosial dalam pendidikan IPS untuk membentuk kemampuan berpartisipasi sosial.
b 1. Dimensi Heans-on (Pengetahuan / kognitif)
Dimensi pengetahun menurut Wright, (1996 : 17) adalah perubahan, geografi, ekonomi, budaya, politik hukum, pemahaman teknologi. Marsh menyebutinya sebagai “Heads-on” yang berarti pengetahuan, sedangkan Jarolimek (1985 : 5), menyebutinya sebagai “Knowledge dan information goals” atau tujuan pengetahuna informasi. Menurut dimensi ini menyangkut kemampuan oleh piker siswa yang digunakan indentik dengan kemampun kognitif yang mencakup berbagai aspek, antara lain aspek “pengetahuna dan informasi”.
b 2. Dimensi Hands-on (keterampilan)
dimensi berikut ini adalah dimensi kompetensi (competencies), yang mencakup kemampuan berpikir, berpartisipasi, penyerapan informasi, dan penggunaan informasi.
b 3. Dimensi Hearts-on (sikap dan perasaan)
Menurut Wright (1996 : 17) ialah dimensi sikap dan nilai (dispotions) yang mencakup sikap toleran, simpati, partisipasi, sebagai warganegara, dan sikap yang ingin melayani (stewardship), meminjam ialah yang digunakan taksonomi, Bloom, dimensi ini identik dengan ranah efektif. Marsh (1991), menyebutkan dimensi ini dengan istilah “hearts-on” sedangkan Jarolinek (1985) menyebutkan sebagai tujuan sikap dan nilai-nilai yang mencakup 6 aspek kemampuan, yaitu :
1. Memahami nilai-nilai umum yang berlaku ditengah-tengah masyarakat, dalam berhubungan dengan dokumen sejarah bangsa, hukum ditanah air, keadilan dan agama.
2. Mampu mengambil keputusan yang melibatkan berbagai pilihan nilai
3. Memahami jaminan atas hak-hak azazi manusia untuk semua warganegara
4. Mengembangkan sikap loyal yang rasional terhadap Negara
5. Mengembangkan sikap menghargai gagasan, warisan dan lembaga-lembaga Negara.
6. Mengembangkan sikap dan keinginan untuk membantu sesame anggota masyarakat.



E. Model Think-Pair-Share (Kelompok Berpikir Berpasangan)
Kekurang aktifan siswa yang terlibat dalam pembelajaran dapat terjadi karena metode dan model yang digunakan kurang melibatkan aktivitas siswa secara langsung.
Pembelajaran di kelas masih banyak didominasi oleh guru sehingga kurang mampu membangun persepsi, minat dan sikap siswa yang lebih baik. Lufri ( dalam Septriana dan Handoyo, 2008 : 9) menyatakan dalam pendidikan IPS sebagian besar disebabkan oleh factor didaktif, termasuk metode pengajaran yang berpusat pada guru. Dengan kurangnya minat dan sikap siswa tersebut berdampak terhadap prestasi belajar yang secara umum kurang memuaskan.
Satu metode, model yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut adalah model Think-Pair-Share (TPS). Metode ini dikembangkan oleh Frank Lyman Laura ( dalam Septriana dan Handayo, 2008 : 9) menyatakan bahwa salah satu keunggulan dari model TPS mudah untuk di terapkan / digunakan pada berbagai tingkat kemampuan berpikir dan dalam setiap kesempatan. Siswa diberi waktu lebih banyak berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Prosedur yang digunakan bertanya kepada teman sebaya dan berdiskusi kelompok untuk mendapatkan kejelasan terhadap apa yang telah dijelaskan oleh guru bagi siswa tertentu akan lebih mudah dipahami diskusi dalam bentuk kelompok-kelompok kecil ini sangat efektif untuk memudahkan siswa dalam memahami materi dan memecahkan suatu masalah. Dengan cara seperti ini, siswa diharapkan mampu bekerjasama, saling membutuhkan dan saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil lainnya.
Frank Lyman dan Kagan ( dalam Rusmaini, Suryawati, Maryani, 2002-2003 : 11) yaitu penerapan pembelajaran kooperatif dengan model TPS memiliki prosedur yang diterapkan untuk memberi siswa waktu agar dapat berpikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain sehingga termotivasi untuk mempelajari IPS.
Model Think-Pair-Share (TPS) yang di kembangkan oleh Kagam dalam (dalam Rusmaini, Suryawati, Maryani, 2002-2003 : 9) mengajarkan siswa untuk lebih mandiri dalam mengerjakan soal-soal yang berikan sehingga dapat membangkitkan rasa percaya diri siswa dimana siswa bekerja sama dengan orang lain dalam kelompok kecil yang heterogen.
Langkah-langkah pembelajaran IPS dengan menggunakan model Thik-Pair-Share menurut Frank Lyman ( dalam Husni, 2007 : 16) sebagai berikut :
1. Guru menyampaikan inti materi dan kopetensi yang ingin dicapai
2. Siswa di minta untuk berpikir tentang materi / permasalahan yang disampaikan guru.
3. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya/teman sebangku (dalam kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing.
4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya
5. Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum di ungkapkan para siswa.
6. Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan pelajaran
7. Penutup
Keunggulan model Think Pair-Share (TPS)
- Optimalisasi partisipasi siswa
- Siswa lebih aktif belajar
- Siswa lebih banyak berfikir
- Siswa lebih banyak menjawab
- Saling membantu dalam kelompok kecil
- Berupaya bertukar ide dan pendapat dengan pasangannya
Kelemahan model Think – Pair – Share
- Siswa yang kurang selalu bergantung pada siswa yang pandai
- Menuntut rasa tanggung jawab yang besar
- Membutuhkan pemahaman dan kemampuan dalam penyelesaian masalah
Think-Pair-Share adalah berpikir, berpasangan dan berbagi pengetahuan, jadi maksud dari pengertian TPS tersebut adalah suatu kegiatan belajar yang mana siswa diberi kesempatan berpikir untuk menjawab secara berpasangan dan dengan cara bekerjasama satu sama lain serta saling berbagi ide dalam mendiskusikan jawaban atas permasalahan yang diberikan.



























DAFTAR PUSTAKA


B.F. Skinner. Dalam Dumyati, Mudjimo, 2008-2009 Belajar dan Pembelajar, Jakarta : Rineka Cipta.

B.F. Skinner. Dalam Syaiful, Sagala, 2008-2009. Konsep dan Makna Pembelajaran,. Bandung : Al Fabeta

Carl R. Rogers. Dalam Syaiful, Sagala, 2008-2009. Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung : Al Fabeta

Frank Lyman. Dalam Husni, 2007,kumpulan model-model pembelajaran pakem, . Palembang

Frank Lyman. Dalam Septriana dan Handoyo, 2008 Internet

Husni ( 2007 ) Kumpulan Model-model Pembelajaran Pakem. Palembang

Jerome. S. Bruner. Dalam Syaiful, Segala, 2008-2009. Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung : Al Fabeta

Kagan. Dalam Rosmaini, dkk. 2002-2003. Penerapan Pendekatan Struktural Think-Pair-Share (TPS) untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Aktivitas Belajar Siswa Kelas 7. Pekan Baru Riau : Internet

Kreteria Ketuntasan Minimal (KKM), Dikutif Yuliani Burmawi 2008. Sumsel : LPMP

Lufri. Dalam Septriana dan Handoyo, 2008. Penerapan Think-Pair-Share (TPS) dalam Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Pretasi Belajar Geografi. Bandung : Internet

Mulyana, Z ( 2007 ). Tes dan Asesmen di SD. Jakarta : UT

Muslich ( 2007 ). KTSP. Jakarta : Bumi Aksara

Rosmaini, dkk ( 2002 / 2003 ), Penerapan Pendekatan Struktural Think–Pair-Share ( TPS ) utnuk meningkatkan hasil belajar dan Aktifitas siswa kelas 1.7 SLTPN 20 Pekan Baru, Riau. Pekan Baru : Internet

Siti Fatimah, dkk (2009). Model-Model Pembelajaran SMP-SMA. Palembang : Unsri

Siti Fatimah (2009). Model-Model Pembelajaran, Asesment, Media dan RPP SD. Palembang : Unsri

Septriana dan Handoyo ( 2008 ), Penerapan Think - Pair – Share (TPS) dalam pembelajaran Kooperatif untuk meningkatkan prestasi belajar Geografi. Bandung

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta : Kencana























































ABSTRAK


Artikel ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar Negeri Palembang dengan menggunakan model Think-Pair-Share. Artikel ini digunakan dalam mata kuliah “Karya Ilmiah” dengan artikel ini akan menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis.
Prosedur dalam pembelajaran kooperatif model Think-Pair-Share (TPS) terdiri empat tahapan yaitu : tahap pemberian masalah oleh guru, tahap Think (berpikir secar individual) dimana siswa diberi kesempatan untuk memikirkan jawabanny sendiri terhadap masalah yang diberikan, tahap Pair (siswa berpasangan) untuk saling berbagai ide dan mendiskusikan jawaban atas permasalahn yang diberikan, dan tahap Share (siswa berbagi jawaban mereka dengan seluruh kelas) dimana beberapa kelompok ditunjuk secara acak untuk menjelaskan penyelesaian masalah hasil kerja kelompoknya, dan kelompok lain diberi kesempatan menanggapi dan mengeluarkan idenya. Pemilihan kelompok secara acak ini bertujuan agar setiap kelompok mempunyai peluang yang sama untuk tampil didepan kelas.

Kata Kunci : Meningkatkan, hasil belajar model Think-Pair-Share
HALUSINASI


1. DEFINISI
Halunisasi adalah gangguan persepsi panca indra tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system pengindraan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh (student & sudden. 1998)
Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun ada panca indera seorang pasien yang tejadi dalam keadaan sadar terbangun

2. TANDA DAN GEJALA
1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri
2. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
3. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
4. Tidak dapat memusatkan perhatian
5. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung

3. PENYEBAB HALUSINASI
Salah penyebab dari halusinasi yaitu isolasi sosial. Menarik diri yang merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.
Tanda dan gejala
• Apatis dan apeks tumpul
• Menghindar dari orang lain
• Komunikasi kurang bahkan tidak ada
• Tidak ada kontak mata

4. AKIBAT HALUSINASI
Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori : halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala
• Memperhatikan permusuhan
• Mendekati orang lain dengan ancaman
• Memberikan kata-kata ancaman
• Mempunyai rencana untuk melukai

5. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Biologis  abnormalitas otak menyebabkan respon neurologic
a. Skizo frenia
b. Psikotik
c. Kimia otak
2. Psikologis  faktor keluarga
3. Sosial budaya  stress

6. FAKTOR PRESIPITASI
1. Biologis  berlebihan proses informasi p ada system syaraf, mekanisme penghayatan listrik di syarat yang terganggu
2. Stress lingkungan
3. Pemicu gejala
• Kesehatan
• Lingkungan
• Sikap/perilaku

7. MEKANISME KOPING
• Regresi :
a. Masalah informasi
b. Upaya mengatasi cemas
c. Aktivitas hidup sehari-hari rendah
• Proyeksi
• Menarik diri

8. POHON MASALAH
Resiko perilaku kekerasan

Gangguan sensoris persepsi : Halusinasi

Isolasi Sosial : Manarik diri

9. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan sensoris persepsi : Halusinasi
2. Isolasi sosial : menarik diri
3. Resiko perilaku kekerasan

10. NURSING CARE PLAN
a. Tujuan
1. Pesien mengenali halusinasi yang dialami
2. Pasien dapat mengontrol halusinasinya
3. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
b. Tindakan
1. Bina hubungan saling percaya
2. Membantu pasien mengenali halusinasi
3. Melatih pasien mengontrol halusinasi
a. Menghardik
b. Bercakap-cakap
c. Meminta pasien merayakan ulang
d. Menggunakan obat